DPR Terima Aspirasi Pemerhati Pemilu
Sejumlah kelompok masyarakat dan LSM mendatangi DPR untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan pemilihan kepala daerah yang dilakukan melalui mekanisme DPRD. Diterima di ruangan BURT DPR, Ketua Panja Rancangan Undang-undang Pilkada Abdul Hakam Naja menghormati aspirasi penolakan tersebut.
Hadir pada audiensi ini, diantaranya Perludem, Constitusional and Electoral Reform Center (Correct), ICW, JPPR, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Populi Center, Pattiro, dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel).
“Tentu saja kita menghormati perbedaan yang ada. Nantinya, pengambilan keputusan kalau tidak bisa mufakat maka suara terbanyak. Kita belum tahu siapa yang menang. Namun realitasnya di Panja, memang ada yang menginginkan pilkada langsung, ada yang menginginkan melalui mekanisme DPR," kata Hakam di Gedung Nusantara II, Senin (8/09).
Untuk itu. Tambah Politisi PAN ini, pihaknya telah merumuskan dua versi besar, yaitu pilkada langsung dan melalui DPRD. Terkait dengan masukan para kelompok masyarakat yang menolak Pilkada langsung ini, Hakam akan menyampaikan kepada panja dan pemerintah.
“Kami akan terus melakukan pertemuan untuk menuntaskan. Masukan yang ada, baik dari kelompok maupun media, akan kami serap, dan inventarisasi berbagai masukan. Masukan itu kita sepakati, apakah masuk atau tidak. Masukan ini akan kami sampaikan kepada panja dan pemerintah,” tambah Hakam.
Politisi yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi II ini menambahkan, saat ini memang masih ada perbedaan pendapat di fraksi-fraksi DPR. Fraksi yang mendukung Pilkada langsung antara lain PDI Perjuangan, Hanura dan PKB. Sementara, fraksi pendukung pilkada tak langsung antara lain Gerindra, PAN, PKS, PPP, Demokrat, dan Golkar.
Namun, “Itu posisi pekan lalu pada rapat. Rapat besok (Rabu) akan saya tanya lagi di rapat Panja. Jika berubah, ini akan berimplikasi pada perumusan,” imbuh Hakam.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyatakan pihaknya menolak pelaksanaan pilkada yang dilakukan melalui mekanisme DPRD. Jika dilihat dari unsur tranparansi dan kredilitas pilkada, jika pilkada dilaksanakan secara langsung, maka masayarakat bisa menagih janji dan membangun kontrak politik dengan calon kepala daerah. Sedangkan, jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, dengan alasan apapun, masyarakat tidak dapat memberikan argumentasi apapun terhadap kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. (sf)/foto:iwan armanias/parle/iw.